Risalah Ibadah
1.
Pengertian Ibadah
“Secara etimologis ibadah adalah kata dasar (masdar) dari 'abada-ya'budu-ibâdatan yang artinya mengabdi atau menghambakan diri. Menurut para fakar bahasa Arab, seperti Ibnu mandhur Al Afriqy, asal makna dari ibadah adalah "tunduk dan menghinakan diri" (al khudu'u wat tadzallul) atau "kepatuhan dengan rasa tunduk" (at thâ'ah ma'al khudhu'i). Bagian tanah di padang pasir yang menjadi rendah karena sering dilewati dan diinjak disebut "tharîq muta'abbad". Seorang budak atau hamba sahaya dinamakn 'âbid karena ia tunduk dan patuh kepada perintah majikannya. Maka setiap keta'atan atau kepatuhan dengan rasa tunduk dan rendah diri kepada sesuatu berarti telah beribadah kepada sesuatu itu dan ia telah menjadi hambanya. Oleh sebab itu muncul istilah 'abadat thâghut yang berarti para pengabdi syetan, 'abdud dînar wad dirhâm yang artinya para pengabdi uang Dinar dan Dirham seperti yang disebutkan dalam hadits nabi, "celakalah para hamba dinar dan dirham dan pakaian kebesaran…"
Allah dalam konteks ini di sebut ma’bud, yaitu dzat yang diibadahi atau disembah atau disesembahkan, sedangkan manusia disebut ‘abdun atau ‘abid, artinya orang yang mengabdi, beribadah atau menyebah, jama’nya ‘bad, sehinga ada istilah dalam al-qur’an ‘ibda al-rahman, yang artinya hamba-hamba allah sang penyayang, seperti yang banyak tercantum dalam al-qur’an, sebagai contoh dalm surat al-fatihah ayat 5:
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”.
Ayat di atas memiliki makna tawhid al-‘ibadah, yaitu peusatan pengabdian kepada allah swt, sebagai sau satunya dzat yang berhak dan wajib di ibadai, yakni ditaati, dilayani, di abdi.
Ibadah adalah salah bagian yang paling interen yang menjadi praifesi bagi setiap individu, karna ibadah dalam hal ini (islam), bukan hanya pada batasan rukun islam atau rukun iman yang menjadi pedoman atau bahkan lebih dari sekedar itu, ibadah yang dimaksutkan dalam ukuran al-qur’an bisa lebih luas kaitanya dan tentunya yang paling mendasar dari sekedar pengabdian atau keyakinanya terhadap tuhan yang maha esa, akan tetapi juga ibadah keseluruhan dalam dimensi ini adalah vertical (hablu minaallah) dan di mensi horizontal (hablu minannas).
“Secara etimologis ibadah adalah kata dasar (masdar) dari 'abada-ya'budu-ibâdatan yang artinya mengabdi atau menghambakan diri. Menurut para fakar bahasa Arab, seperti Ibnu mandhur Al Afriqy, asal makna dari ibadah adalah "tunduk dan menghinakan diri" (al khudu'u wat tadzallul) atau "kepatuhan dengan rasa tunduk" (at thâ'ah ma'al khudhu'i). Bagian tanah di padang pasir yang menjadi rendah karena sering dilewati dan diinjak disebut "tharîq muta'abbad". Seorang budak atau hamba sahaya dinamakn 'âbid karena ia tunduk dan patuh kepada perintah majikannya. Maka setiap keta'atan atau kepatuhan dengan rasa tunduk dan rendah diri kepada sesuatu berarti telah beribadah kepada sesuatu itu dan ia telah menjadi hambanya. Oleh sebab itu muncul istilah 'abadat thâghut yang berarti para pengabdi syetan, 'abdud dînar wad dirhâm yang artinya para pengabdi uang Dinar dan Dirham seperti yang disebutkan dalam hadits nabi, "celakalah para hamba dinar dan dirham dan pakaian kebesaran…"
Allah dalam konteks ini di sebut ma’bud, yaitu dzat yang diibadahi atau disembah atau disesembahkan, sedangkan manusia disebut ‘abdun atau ‘abid, artinya orang yang mengabdi, beribadah atau menyebah, jama’nya ‘bad, sehinga ada istilah dalam al-qur’an ‘ibda al-rahman, yang artinya hamba-hamba allah sang penyayang, seperti yang banyak tercantum dalam al-qur’an, sebagai contoh dalm surat al-fatihah ayat 5:
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”.
Ayat di atas memiliki makna tawhid al-‘ibadah, yaitu peusatan pengabdian kepada allah swt, sebagai sau satunya dzat yang berhak dan wajib di ibadai, yakni ditaati, dilayani, di abdi.
Ibadah adalah salah bagian yang paling interen yang menjadi praifesi bagi setiap individu, karna ibadah dalam hal ini (islam), bukan hanya pada batasan rukun islam atau rukun iman yang menjadi pedoman atau bahkan lebih dari sekedar itu, ibadah yang dimaksutkan dalam ukuran al-qur’an bisa lebih luas kaitanya dan tentunya yang paling mendasar dari sekedar pengabdian atau keyakinanya terhadap tuhan yang maha esa, akan tetapi juga ibadah keseluruhan dalam dimensi ini adalah vertical (hablu minaallah) dan di mensi horizontal (hablu minannas).
2.
Pola Pelaksanaan Ibadah
a) Ibadah khusus (al-ibadah al khassah)
Ibadah khusus yaitu suatu bentuk amaliah’ubudiyah yang segala tata Cara, perincian dan kadarnya telh di tentukan oleh syari’ (pebuat syari’at), yaitu allah dan rosulnya, ibadah kategori ini juga sering di sebut ibadah mahdah, pelaksanaan ibadah ini menunggu perintah dari allah dan rosulnya. Tegasnya dalam ibadah khusus ini suatu yang tidak di tuntutkan harus di tinggalkan dan hanya di perintahkan saja dan harus dikerjakan, dalam kategori wajib maupun sunnah. Untuk itu pelaksnaan ibadah madhah harus dilaksanakan di atas prinsip-prinsip
Pertama; hanya allah yang berhak di sembah dan meng Esakan allah secara mutlak jelas tertera, sesuatu yang tertera dalam al-qur’an bahwa ruh aqidah islam adalah tauhid yaitu “laila haillahah wa muhammadurrasullah”
Kedua; melakukan ibadah tanpa perantara, manusia tidak memerlukan wasilah atau perantara secara pisik dalam beribadah kepada Allah maha mendengar mengetahui akan hambanya
Ketiga; ikhlas adalah sendi ibadah yang akan di terima di sisi Allah ikhlas merupakan niat hati yang murni dan suci hanya untuk memperoleh keridhoan Allah semata.
Ibadah umum di antarnya adalah ibadah yang umum yang ada dalam landasan islam, seperti, sholat, puasa, zakat, hajji, dan sebagainya. Ibadah adhoh ini lebih mencerminkan
Keempat; ibadah sesuai dengan tuntutan Allah dan rosulnya, ibadah hamba hamba yang sudah ditetapkan tuntutanya dan harus menunaikan sesuai dengan yang di tentukan oleh syara’.
Kelima; memelihara keseimbangan dalam beribadah, karna agama islam di berikan kepada manusia dengan tujuan agar dijadikan sebagai pendoman hidup dalam mengarunggi kehidupan dan dapat menjamin kesejahteraan dalam dunia dan akhirat.
Keenam; ibadah itu mudah dan meringankan. Ibadah yang (vertical), meskipun juga tetap ada kaitanya dengan dimensi horizontal.
b) Ibadah umum (al- ibadah al amanah).
Sedangkan ibadah umum(al-ibadah al amanah) ialah segala perbuatan yang di ijinkan allah dan rosulnya yang dilaksanakan demi taqqarup illahah, ibadah uum ini juga sering di sebut juga dengan istilah mu’amalah dalam arti yang luas,ajaran isla hanya memberikan rambu rabu terutama etikanya.
Adapun prinsip prinsip umum dalam ibadah umu(mu’aalah ) ini ialah:
Pertama: kemulyaan manusia(karomah insaniyah),manusia diciptakan Allah sebagai kholifah di bumi yang bertugas meakmurkan bumi seperti dalam surat al-baqoroh ayat 30 yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
kedua: kesatuan umat manusia (wahdat al ummah), umat manusia berasal dari satu keturunan.
Ketiga; kerjasama umat manusia (l-ta’awun al-insani), islam memerintahkan kerja sama untuk kebajigan dan takwa, dan melarang kerja sa untuk dosa dan pelanggaran.
Keempat; toleransi (al-tasamuh) islam member kebebasan kepada manusia untuk saling berbeda pandangan, dan keinginan tetapi antara mereka harus ada sikap saling menghargai dan menghormati, namun demikian toleransi tidak untuk berbuat jahat.
Kelima; kemerdekaan menyangkup kemerdekaan pribadi, mengemukakan pendapat, beragama, menentukan nasib, dan sebagainya.
Keenam; keadilan (al-‘adalah) yaitu memberikan kepada orang lain haknya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, yang menyangkup pada kedilan hokum,kedilan social, dan kedilan hubungan antar Negara.
Ketujuh; amar ma’ruf nahi munkar Pola ibadah yang demikian itu bukan berarti hanya ibadah mahdhah itu hanya milik allah semata, ibadah dala islam selalu berdimensi vertical dan horizon atau dengan kata lain selalu akan ada kaitanya dengan dengan dimensi spiritual dan dimensi social.
a) Ibadah khusus (al-ibadah al khassah)
Ibadah khusus yaitu suatu bentuk amaliah’ubudiyah yang segala tata Cara, perincian dan kadarnya telh di tentukan oleh syari’ (pebuat syari’at), yaitu allah dan rosulnya, ibadah kategori ini juga sering di sebut ibadah mahdah, pelaksanaan ibadah ini menunggu perintah dari allah dan rosulnya. Tegasnya dalam ibadah khusus ini suatu yang tidak di tuntutkan harus di tinggalkan dan hanya di perintahkan saja dan harus dikerjakan, dalam kategori wajib maupun sunnah. Untuk itu pelaksnaan ibadah madhah harus dilaksanakan di atas prinsip-prinsip
Pertama; hanya allah yang berhak di sembah dan meng Esakan allah secara mutlak jelas tertera, sesuatu yang tertera dalam al-qur’an bahwa ruh aqidah islam adalah tauhid yaitu “laila haillahah wa muhammadurrasullah”
Kedua; melakukan ibadah tanpa perantara, manusia tidak memerlukan wasilah atau perantara secara pisik dalam beribadah kepada Allah maha mendengar mengetahui akan hambanya
Ketiga; ikhlas adalah sendi ibadah yang akan di terima di sisi Allah ikhlas merupakan niat hati yang murni dan suci hanya untuk memperoleh keridhoan Allah semata.
Ibadah umum di antarnya adalah ibadah yang umum yang ada dalam landasan islam, seperti, sholat, puasa, zakat, hajji, dan sebagainya. Ibadah adhoh ini lebih mencerminkan
Keempat; ibadah sesuai dengan tuntutan Allah dan rosulnya, ibadah hamba hamba yang sudah ditetapkan tuntutanya dan harus menunaikan sesuai dengan yang di tentukan oleh syara’.
Kelima; memelihara keseimbangan dalam beribadah, karna agama islam di berikan kepada manusia dengan tujuan agar dijadikan sebagai pendoman hidup dalam mengarunggi kehidupan dan dapat menjamin kesejahteraan dalam dunia dan akhirat.
Keenam; ibadah itu mudah dan meringankan. Ibadah yang (vertical), meskipun juga tetap ada kaitanya dengan dimensi horizontal.
b) Ibadah umum (al- ibadah al amanah).
Sedangkan ibadah umum(al-ibadah al amanah) ialah segala perbuatan yang di ijinkan allah dan rosulnya yang dilaksanakan demi taqqarup illahah, ibadah uum ini juga sering di sebut juga dengan istilah mu’amalah dalam arti yang luas,ajaran isla hanya memberikan rambu rabu terutama etikanya.
Adapun prinsip prinsip umum dalam ibadah umu(mu’aalah ) ini ialah:
Pertama: kemulyaan manusia(karomah insaniyah),manusia diciptakan Allah sebagai kholifah di bumi yang bertugas meakmurkan bumi seperti dalam surat al-baqoroh ayat 30 yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
kedua: kesatuan umat manusia (wahdat al ummah), umat manusia berasal dari satu keturunan.
Ketiga; kerjasama umat manusia (l-ta’awun al-insani), islam memerintahkan kerja sama untuk kebajigan dan takwa, dan melarang kerja sa untuk dosa dan pelanggaran.
Keempat; toleransi (al-tasamuh) islam member kebebasan kepada manusia untuk saling berbeda pandangan, dan keinginan tetapi antara mereka harus ada sikap saling menghargai dan menghormati, namun demikian toleransi tidak untuk berbuat jahat.
Kelima; kemerdekaan menyangkup kemerdekaan pribadi, mengemukakan pendapat, beragama, menentukan nasib, dan sebagainya.
Keenam; keadilan (al-‘adalah) yaitu memberikan kepada orang lain haknya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, yang menyangkup pada kedilan hokum,kedilan social, dan kedilan hubungan antar Negara.
Ketujuh; amar ma’ruf nahi munkar Pola ibadah yang demikian itu bukan berarti hanya ibadah mahdhah itu hanya milik allah semata, ibadah dala islam selalu berdimensi vertical dan horizon atau dengan kata lain selalu akan ada kaitanya dengan dengan dimensi spiritual dan dimensi social.
3.
Wujud dan Bentuk Ibadah
Ibadah adalah merupakan pernyataan pengabdian kepada Allah, Rab al-izzah, yang sesungguhnya merupakan hal yang fitri bagi setiap ingsan, yaitu secara intrinsik manusia memiliki kecenderungan untuk menyembah ALLah serta mengabdi, sekarang bagaimanakah perwujutan ibadah secara kongkrit dan totalitas itu? Seperti dalam tertera dalam al-qur’an surat al-dzari ayat 56 yang artinya sebagai berikut; ”dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-ku.”
Untuk itu marilah kita kaji pendalaman pertanyaan yang mendasar di atas, kita kelompokkan ayat-ayat al-qur’an yang menjelaskan konsepsi ibadah menurut ajaran agama islam, ayat ayat itu adalah sebagai berikut:
Pertama; ayat tentang manusia hidup di bumi ini dengan kesangupan mengembangkan amanat Allah, dalam ( Q.S surat al-ahzab;7 (yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”
Kedua: karena telah menyanggupi amanah Allah SWT. Manusia di angkat menjadi ”kholifah di bumi” dengan tugas tertentu yaitu dengan membangun bumi dan menjaga ketertiban dankeamananya dalam kehidupan dunia (Q.S Surat al-baqoroh:30) yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ketiga: ALLah telah menegaskan bahwa penunaian tugas kekholifahan adalah ibadah manusia kepada Allah SWT. (Q.S An-nur 55) yang artinya “Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Keempat: Ibadah manusia kepada Allah SWT. dalam hidupnya di bumi seluruhnya untuk membuat kemakmuran (Q.S AL-Hud:61) yang artinya “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Bahwa wujud dan bentuk kongkrit ibadah secara totalitas itu ialah” amanat Allah sebagai kholifah-NYA dibumi, yang tugasnya membangun dunia, menjaga serta memelihara ketertiban serta keamananya untuk menciptanya kemakuran di dalamnya dengan senan tiasa bertasbih, memuji dan mensucikan nama-nya.
Ibadah adalah merupakan pernyataan pengabdian kepada Allah, Rab al-izzah, yang sesungguhnya merupakan hal yang fitri bagi setiap ingsan, yaitu secara intrinsik manusia memiliki kecenderungan untuk menyembah ALLah serta mengabdi, sekarang bagaimanakah perwujutan ibadah secara kongkrit dan totalitas itu? Seperti dalam tertera dalam al-qur’an surat al-dzari ayat 56 yang artinya sebagai berikut; ”dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-ku.”
Untuk itu marilah kita kaji pendalaman pertanyaan yang mendasar di atas, kita kelompokkan ayat-ayat al-qur’an yang menjelaskan konsepsi ibadah menurut ajaran agama islam, ayat ayat itu adalah sebagai berikut:
Pertama; ayat tentang manusia hidup di bumi ini dengan kesangupan mengembangkan amanat Allah, dalam ( Q.S surat al-ahzab;7 (yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”
Kedua: karena telah menyanggupi amanah Allah SWT. Manusia di angkat menjadi ”kholifah di bumi” dengan tugas tertentu yaitu dengan membangun bumi dan menjaga ketertiban dankeamananya dalam kehidupan dunia (Q.S Surat al-baqoroh:30) yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ketiga: ALLah telah menegaskan bahwa penunaian tugas kekholifahan adalah ibadah manusia kepada Allah SWT. (Q.S An-nur 55) yang artinya “Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Keempat: Ibadah manusia kepada Allah SWT. dalam hidupnya di bumi seluruhnya untuk membuat kemakmuran (Q.S AL-Hud:61) yang artinya “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Bahwa wujud dan bentuk kongkrit ibadah secara totalitas itu ialah” amanat Allah sebagai kholifah-NYA dibumi, yang tugasnya membangun dunia, menjaga serta memelihara ketertiban serta keamananya untuk menciptanya kemakuran di dalamnya dengan senan tiasa bertasbih, memuji dan mensucikan nama-nya.
4.
Landasan Besar
Untuk Menjadi Khalifah
5.
Ikhlas Sebagai Ruh Ibadah
Amalan
lahiriah merupakan kerangka, sedangkan ruhnya adalah ikhlas yang
tersembunyi dalam amalan tersebut.
Amal
lahiriah digambarkan sebagai batang tubuh dan ikhlas digambarkan sebagai nyawa
yang menghidupkan batang tubuh itu. Seandainya kita kurang mendapat efek yang
baik dari latihan keruhanian, hendaklah kita merenung dengan mendalam terhadap
batang tubuh amal, apakah ia bernyawa atau tidak.
Hikmah
sepuluh ini menghubungkan amal dengan ikhlas. Hikmah sembilan yang lalu telah
menghubungkan amal dengan hal. Kedua Kalam Hikmah ini membina jembatan yang
menghubungkan hal dengan ikhlas. Ikhlas menjadi persediaan yang penting bagi
hati menyambut kedatangan pencahayaan Nur Ilahi. Apabila Allah swt berkehendak
memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati
hamba tersebut. nur yang dipancarkan kepada hati dinamakan Nur Sir atau Nur
Rahasia Allah swt. Hati yang diterangi oleh nur akan merasakan hal ketuhanan
atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertanda dari Tuhan
maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki ciri atau sifat begini adalah
hati yang mempunyai ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman untuk
menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan ma’rifat:
“Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Nabi Yusuf
as adalah hamba Allah swt yang ikhlas. Hamba yang ikhlas berada dalam
pemeliharaan Allah swt. Apabila dirangsang untuk melakukan kejahatan dan
kekotoran, Nur Rahasia Allah swt akan memancar di dalam hatinya sehingga dia
menyaksikan dengan jelas akan tanda-tanda Allah swt dan sekaligus meleburkan
rangsangan jahat tadi. Inilah tingkat yang tertinggi yang dimiliki oleh orang
arif dan dekat dengan Allah swt. Mata hatinya senantiasa memandang kepada Allah
swt baik semasa beramal ataupun semasa terdiam. Allah swt sendiri yang
memeliharanya. Allah swt mengajarkan agar hamba-Nya terhubung dengan-Nya dalam
keadaan ikhlas.
“Dialah yang
hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah
Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam” (QS. Al-Mu’min: 65).
Allah swt
Yang Maha Hidup. Dia memiliki segala kehidupan. Dia jualah Tuhan sekalian alam.
apa saja yang ada dalam alam ini adalah ciptaan-Nya. Apa saja yang hidup adalah
diperhidupkan oleh-Nya. Jalan dari Allah swt adalah nikmat dan karunia,
sementara jalan dari hamba kepada-Nya harus disertai dengan ikhlas. Hamba
dituntut supaya mengikhlaskan segala aspek kehidupan untuk-Nya. Dalam
melaksanakan tuntutan mengikhlaskan kehidupan untuk Allah swt ini, hamba tidak
boleh merasa takut dan gentar kepada sesama makhluk.
“Maka sembahlah
Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak
menyukai(nya)” (QS. Al-Mu’min: 14).
Allah swt
telah menetapkan kode etik kehidupan yang perlu dijunjung, dihayati, diamalkan,
disebarkan dan diperjuangkan oleh kaum muslimin dengan sepenuh jiwa raga dalam
keadaan ikhlas karena Allah swt, meskipun ada orang-orang yang tidak suka,
orang-orang yang menghina, orang-orang yang membangkang dan mengadakan
perlawanan. Keikhlasan yang diperjuangkan dalam kehidupan dunia ini akan dibawa
bersama apabila menemui Tuhan kelak.
Katakanlah:
“Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka
(diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan
(demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya)” (QS. Al-A’raf: 29).
Sekalipun
sukar mencapai peringkat ikhlas yang tertinggi, namun haruslah diusahakan agar
memperoleh keadaan hati yang ikhlas dalam segala perbuatan baik yang lahir
maupun yang batin. Orang yang telah tumbuh di dalam hatinya rasa cinta terhadap
Allah swt akan berusaha membentuk hati yang ikhlas. Mata hatinya melihat bahwa
Allah swt jualah Tuhan Yang Maha Agung dan dirinya hanyalah hamba yang hina.
Hamba berkewajiban tunduk, patuh, dan taat kepada Tuhannya. Orang yang di dalam
maqam ini beramal karena Allah swt; karena Allah swt yang memerintahkan supaya
beramal, karena Allah swt berhak ditaati, karena perintah Allah swt wajib
dilaksanakan, semuanya karena Allah swt, tidak karena sesuatu yang lain.
Golongan ini sudah dapat memborgol hawa nafsu yang rendah dan pesona dunia
tetapi dia masih melihat dirinya di samping Allah swt. Dia masih melihat
dirinya yang melakukan amal. Dia gembira karena menjadi hamba Allah swt yang
beramal karena Allah swt. Sifat kemanusiaan masih mempengaruhi hatinya.
Setelah
keruhaniannya meningkat, hatinya dikuasai sepenuhnya oleh perlakuan Allah swt
menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada diri dan amalnya tetapi
melihat llah swt, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Apa saja yang ada
bersamanya adalah anugreah Allah swt. Sabar, ridha, tawakal dan ikhlas yang ada
bersamanya merupakan anugerah Allah swt, bukan amal yang lahir dari kekuatan
dirinya.
Tingkat
ikhlas yang paling rendah ialah apabila amal perbuatan masih terikat dengan
keinginan kepada pahala yang dijanjikan Allah swt. Ikhlas seperti ini dimiliki
oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, yaitu hamba yang mentaati
Tuannya karena mengharapkan upah dari Tuannya itu.
Di bawah
tingkatan ini tidak dinamakan ikhlas lagi. Tanpa ikhlas, seseorang beramal
karena suatu tipuan keduniaan; mau dipuji, mau menutupi kejahatannya agar orang
percaya kepadanya dan bermacam-macam tipuan rendah lainnya. Golongan ini
walaupun banyak melakukan amalan, namun amalan mereka seumpama tubuh yang tidak
bernyawa, tidak dapat menolong tuannya dan dihadapan Tuhan nanti akan menjadi
debu yang tidak memberi syafaat terhadap orang yang melakukannya. Setiap orang
yang beriman kepada Allah swt haruslah menguasakan ikhlas pada amalannya karena
tanpa ikhlas akan menjadi syirik yang menyertai amalan tersebut.
“Dengan
ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit
lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh” (QS.
Al-Hajj: 31).
Dan (aku
telah diperintah): “Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. Dan janganlah kamu menyembah
apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu
selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim” (QS. Yunus: 105-106).
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”
(QS. Al-Hajj: 37).
Allah swt
menyeru sekaligus cupaya berbuat ikhlas dan tidak berbuat syirik. Ikhlas adalah
lawan dari syirik. Jika suatu amal dilakukan dengan anggapan bahwa ada makhluk
yang berkuasa mendatangkan manfaat atau mudharat, maka tidak ada ikhlas pada
amal tersebut. Bila tidak ada ikhlas akan muncul syirik, yaitu sesuatu atau
seseorang yang kepadanya amal itu dituukan. Orang yang beramal tanpa ikhlas itu
disebut orang yang zalim, walaupun pada lahiriyahnya dia tidak menzalimin
siapapun.
Intisari
kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu semata-mata karena Allah swt, tidak ada
kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling
utama. Kepentingan diri lahir dari nafsu. Nafsu menginginkan kemewahan,
kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir dari nafsu
itulah yang sering menghalangi atau merusakkan ikhlas.
6. Kehidupan Dunia Jembatan Kehidupan Akhirat
Kehidupan di dunia ini sebenarnya adalah kehidupan menuju akhirat.
Ia adalah jembatan yang mesti dilalui oleh setiap manusia sebelum menempuh alam
akhirat. Bahasa sederhananya, kehidupan dunia adalah medan persediaan dan
persiapan untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal sepanjang zaman. Ar-Raghib
mengatakan, "Kekal adalah terbebasnya sesuatu dari segala macam kerusakan
dan tetap dalam keadaan semula."
Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan, bukan tujuan akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sebagai sarana menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Karena itu, Alquran menamainya dengan beberapa istilah yang menunjukkan hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Pertama, al-hayawan (kehidupan yang sebenarnya). "Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui." (QS al-Ankabut [29]: 64).
Kedua, dar al-qarar (tempat yang kekal). "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (QS Ghafir [40]: 39).
Ketiga, dar al-jaza' (tempat pembalasan). "Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allahlah yang benar lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)." (QS an-Nur [24]: 25).
Keempat, dar al-muttaqin (tempat yang terbaik bagi orang yang bertakwa). "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: 'Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?' Mereka menjawab: '(Allah telah menurunkan) kebaikan.' Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS an-Nahl [16]: 30).
Dengan demikian, setelah manusia mengetahui akan hakikat kehidupan yang sebenarnya, mereka akan memberikan perhatian yang lebih besar pada kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana ini. Sebab, "Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang." (QS ad-Dhuha [93]: 4).
Oleh karena itu, "Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. Mereka mengatakan: 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.' Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya." (QS al-Baqarah [2]: 25). Wallahu a'lam.
Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan, bukan tujuan akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sebagai sarana menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Karena itu, Alquran menamainya dengan beberapa istilah yang menunjukkan hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Pertama, al-hayawan (kehidupan yang sebenarnya). "Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui." (QS al-Ankabut [29]: 64).
Kedua, dar al-qarar (tempat yang kekal). "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (QS Ghafir [40]: 39).
Ketiga, dar al-jaza' (tempat pembalasan). "Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allahlah yang benar lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)." (QS an-Nur [24]: 25).
Keempat, dar al-muttaqin (tempat yang terbaik bagi orang yang bertakwa). "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: 'Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?' Mereka menjawab: '(Allah telah menurunkan) kebaikan.' Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS an-Nahl [16]: 30).
Dengan demikian, setelah manusia mengetahui akan hakikat kehidupan yang sebenarnya, mereka akan memberikan perhatian yang lebih besar pada kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana ini. Sebab, "Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang." (QS ad-Dhuha [93]: 4).
Oleh karena itu, "Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. Mereka mengatakan: 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.' Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya." (QS al-Baqarah [2]: 25). Wallahu a'lam.
_^ Semoga bermanfaat

0 comments:
Post a Comment